Rabu, 26 Agustus 2009

Fiqh Imam Syafi'i (10)

Oleh: Alhabib Shodiq bin Abubakar Baharun


BAB PERNIKAHAN



I.Defnisi Nikah

Kata nikah dalam bahasa arab berarti menyatu dan bersetubuh, dan dalam arti syari’ adalah sesuatu aqad yang memperbolehkan dengan aqad itu bersetubuh dengan istri dengan lafadz nikah atau kawin. Nikah sangat diperintahkan oleh ALLAH SWT. Dan sangat dianjurkan oleh nabi Muhammad s.a.w. (seperti yang tertera pada ayat 32 surah An-Nur dan hadist-hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim, Imam Ahmad dan Abu Ya’la) berkata Ibnul Abbas rodliallahu’anhu : tidak sempurna ibadah seseorang sampai dia kawin (menikah).



II.Faedah–faedah nikah

Faedah–faedah nikah sangat banyak sekali, seperti yang disebutkan oleh Imam Ghozali dalam kitab Ihya’ diantaranya:


a. Mendapatkan keturunan yang mana di dalam kita mendapatkan keturunan tersebut mempunyai 4 nilai dalam beribadah:

1. Untuk meneruskan kelangsungan hidup jenis manusia dimuka bumi ini, seperti yang tertera dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yang artinya nikahlah kalian supaya kalian mempunyai keturunan.

2. Untuk mendapatkan cinta Rasulullah s.a.w. dengan memperbanyak umatnya, karena nabi Muhammad s.a.w. merasa bangga dengan banyaknya umat beliau. Seperti yang disabdakan nabi Muhammad s.a.w. (yang artinya) nikahlah kalian sehingga kalian akan menjadi banyak, karena sesungguhnya aku akan membanggakan kalian kepada umat-umat yang lain pada hari kiamat, walaupun dengan bayi yang gugur (hadist diriwayatkan oleh Imam Ahmad).

3. Mengharapkan do’a dari anaknya kelak untuk kedua orang tuanya, karena semua amal terputus kecuali 3 perkara, termasuk anak yang sholeh yang selalu mendo’akan kedua orang tuanya. (mutafaqun alaihi)

4. Mengharapkan syafa’at dari anaknya.


b. Dengan pernikahan tersebut kita mendapatkan benteng yang bisa membentengi diri kita dari godaan syaiton dan hawa nafsu.


c. Mendapatkan kesenangan dalam kehidupan dan kesemangatan dalam melaksanakan ibadah.


d. Mendapatkan banyak pahala dll.




III. Berniat yang baik dalam menikah

Dianjurkan oleh Rasulullah s.a.w. bahwa sesungguhnya amal kita tergantung pada niat kita sendiri maka dalam mengerjakan suatu, kita dianjurkan untuk memperbaiki niat kita.

Adapun niat seseorang yang akan menikah seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ali Bin Abibakar Assakran diantaranya:

a. Berniat untuk mendapatkan cinta dan ridho dari ALLAH S.W.T. dan Rasulullah s.a.w.

b. Berniat memperbanyak keturunan yang sholih dan sholihah.

c. Berniat menjaga dari godaan syaiton.

d. Berniat menjaga kemaluan dari pekerjaan yang keji (ma’siat)

e. Berniat mencari kesenangan dengan istri agar dapat giat dalam beribadah.

f. Berniat melawan hawa nafsu.

g. Berniat mencari rizki yang halal untuk keluarga.

h. Berniat mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang sholih dan sholihah dll.



IV. Hukum Menikah 

a. Wajib. Hukumnya bagi orang yang tidak mampu menahan nafsunya sehingga bisa melakukan perzinahan.

b. Sunnah, bagi setiap orang yang mempunyai keinginan untuk menikah dan mempunyai uhbah (bekal kawin) yaitu berupa mahar untuk istrinya, nafkah untuk istri di hari perkawinannya dan malam harinya dan juga mempunyai uang untuk beli baju satu stel pada hari perkawinannya.

c. Khilafuaula, bagi orang yang ingin menikah tapi tidak memiliki uhbah (bekal untuk kawin) atau sebaliknya yaitu mempunyai uhbah (bekal untuk kawin) tapi tidak mempunyai keinginan untuk menikah.

d. Makruh, bagi seseorang yang tidak memiliki keinginan untuk nikah dan tidak memiliki uhbah (bekal untuk kawin).

e. Haram, bagi seseorang yang ingin menikah tapi tidak ingin menafkahinya dhohir atau batin.




V. Anjuran agama untuk melihat wanita yang akan di kawini (dinikahi) sebelum nikah, seperti yang disabdakan Nabi Muhammad s.a.w. (yang artinya) ”Lihatlah kepadanya karena itu akan menjadikan sebab langgengnya kalian berdua”. Seperti yang diriwayatkan Imam Turmudzi, tapi dengan syarat-syarat tertentu diantaranya:

a. Dengan niatan ingin menikah (bukan main-main)

b. Ada harapan untuk diterima pinangannya.

c. Melihatnya cukup di wajah dan kedua telapak tangannya tidak yang lain (karena wajah dan kedua telapak tangan sudah menggambarkan keseluruhan tubuhnya).

d. Perempuan yang belum bertunangan.

e. Perempuan yang boleh dinikahi.


# Peringatan, berpacaran hukumnya haram mutlak, dan bisa menimbulkan fitnah dan malapetaka.




VI. Rukun-rukunnya nikah diantaranya


1. Wali nikah.

Wali nikah dibagi dua :

1) Wali nikah khusus yaitu semua laki-laki kerabatnya yang berhak menjadi wali.

2) Wali nikah umum yaitu wali hakim atau petugas KUA.


a. Orang yang berhak menjadi wali nikah yaitu :

1) Ayah kandung

2) Kakek, atau bapaknya kakek dan seterusnya

3) Saudara laki-laki kandung

4) Saudara laki-laki seayah, adapun saudara laki-laki seibu tidak berhak.

5) Anak saudara laki-laki kandung (keponakan)

6) Anak saudara laki-laki seayah dan seterusnya, adapun saudara laki-laki seibu tidak berhak

7) Paman atau saudara laki-laki ayah kandung

8)Paman atau saudara laki-laki ayah seayah adapun paman saudara laki-laki seibu tidak berhak

9) Anak paman saudara laki-laki ayah kandung (misanan)

10) Anak paman saudara laki-laki ayah seayah dan seterusnya.

11) Paman ayah

12) Anak paman ayah (misanan ayah)

13) Paman kakek kemudian anaknya

14) Paman ayah kakek kemudian anaknya


b.Adapun cara perwalianya harus berurutan yaitu dari 1 kalau tidak ada dan tidak memenuhi syarat maka baru yang ke 2, kalau tidak ada yang ke 2 baru yang ke 3 dan seterusnya.



c. Syarat-syarat menjadi wali nikah di antaranya :

1) Wali nikah harus mencapai batas baligh

2) Harus berakal sehat tidak gila.

3) Bukan orang yang fasik (yang selalu berbuat dosa besar)

4) Tidak sedang menjalankan ibadah haji atau umroh

5) Bukan karena paksaan




2. Istri


a. Ciri-ciri yang sunnah dipilih pada calon istri diantaranya :

1) Wanita yang sholihah 

2) Wanita yang cerdas 

3) Wanita yang sudah mencapai batas baligh 

4) Wanita yang subur

5) Wanita dari keturunan keluarga yang baik-baik

6) Wanita yang cantik dhohir dan batinya. Yaitu fisiknya sehat dhohir dan batin.


b. Wanita yang haram dinikahi diantaranya :

1) Wanita yang masih berstatus istri orang

2) Wanita yang sedang menjalankan iddah 

3) Wanita yang murtad (yang keluar dari agama Islam)

4) Wanita yang kafir kalau belum masuk Islam 

5) Wanita yang menjadi mahromnya dari nasab.

6) Wanita yang menjadi mahromnya dari susuan  

7) Wanita yang menjadi mahromnya dari periparan

8) Wanita yang menjadi bibi istrinya atau saudari istrinya, kalau belum diceraikan atau meninggal dunia.



c. Sifat-sifat wanita yang menjadi idaman semua pria :

1) Wanita yang sholehah yang taat beragama

2) Wanita yang selalu bergairah kepada suaminya

3) Wanita yang sabar dan tabah

4) Wanita yang tidak suka mengeluh dan mengadu kecuali hal-hal yang penting

5) Wanita yang tidak berdandan kecuali untuk suaminya saja

6) Wanita yang selalu menyenangkan hati suaminya

7) Wanita yang selalu taat kepada semua perintah suaminya yang baik-baik saja

8) Wanita yang benar-benar menjaga martabat dirinya dan harta suaminya

9) Wanita yang cerdas dan rajin

10) Wanita yang selalu sopan dan lembut terhadap suaminya

11) Wanita yang selalu menjaga kebersihan di badan, pakaian dan rumahnya dan memakai wewangian

12) Wanita yang menjaga semua rahasia suaminya

13) Wanita yang selalu meringankan beban suaminya

14) Wanita yang menyiapkan makan dan minum untuk suaminya

15) Wanita yang tidak menolak apabila diajak bersenggama (jimak), kecuali jika ada udzur (halangan)

16) Wanita yang selalu memperhatikan suaminya

17) Wanita yang selalu menutupi auratnya kecuali terhadap suaminya.

18) Wanita yang selalu rapi dalam berpenampilan.


Apabila wanita mempunyai sifat-sifat yang ada diatas maka akan menambah paras kecantikannya, walaupun wajahnya kurang mempesona, dan akan menimbulkan rasa cinta dan sayang selalu dari suaminya.




3. Suami (rukun yang ketiga)


a. Syarat-syarat menjadi suami diantaranya :

1) Menikahi seorang wanita tanpa paksaan.

2) Suami tersebut adalah laki-laki tulen.

3) Calon suami tidak sedang melakukan ihrom baik dengan haji atau umroh.

4) Suami yang diketahui identitas dirinya dengan jelas

5) Calon suami harus mengetahui calon istrinya baik, dengan mengetahui nama calon istrinya atau melihatnya langsung atau dengan cara ditunjuk.

6) Calon istri bukan termasuk mahromnya suami baik nasab, susuan atau periparan (musaharah).

7) Calon suami harus mengetahui bahwa calon istrinya halal baginya (bukan masih istri orang lain atau iddah atau mahrom).

8) Calon suami seseorang muslim.



b. Sifat-sifat suami yang dicintai istri diantaranya :

1) Suami yang taat beragama

2) Suami selalu mencintai istrinya

3) Suami yang selalu menghargai kesetiaan istrinya

4) Suami yang selalu setia terhadap istrinya

5) Suami yang sabar dan tabah dalam menghadapi segala hal cobaan

6) Suami yang bisa menyenangkan hati istrinya

7) Suami yang selalu menjaga martabatnya dan martabat istrinya

8) Suami yang cerdas dan rajin

9) Suami yang bisa memuaskan istrinya dalam hal bersenggama (jimak)

10) Suami yang menutupi aurotnya terhadap wanita lain

11) Suami yang menjaga rahasia istrinya

12) Suami yang lembut terhadap istrinya

13) Suami yang menjaga kebersihan dirinya dan pakaiannya dan memakai wewangian

14)  Suami yang selalu meringankan beban istrinya

15) Suami yang selalu rapi dalam berpenampilan

16) Suami yang selalu bertanggung jawab


# Itulah sifat-sifat suami yang sholeh dan akan menyempurnakan kekurangan yang ada pada dirinya.




4. Termasuk rukunnya yaitu : dua orang saksi 


a. Dua orang saksi adalah termasuk rukunnya nikah adapun syaratnya diantaranya:

1) Keduanya harus sudah mencapai batas baligh

2) Keduanya adalah orang yang berakal

3) Keduanya dari kaum pria tulen

4) Keduanya beragama Islam

5) Keduanya termasuk orang yang adil

6) Keduanya bukan orang yang idiot

7) Keduanya bukan orang yang tuli (kalau tulinya ringan sekiranya dari dekat maka akan terdengar maka diperbolehkan)

8) Keduanya bukan orang buta

9) Keduanya tidak bisu

10) Keduanya harus memahami bahasa yang dipakai dalam pernikahan tersebut

11) Keduanya memiliki ingatan yang kuat

12) Diantara kedua saksi, bukan termasuk wali dari calon istrinya


b. Disunnahkan yang menjadi saksi dalam pernikahan yaitu orang sholeh yang taat dalam agama dan taat dalam beribadah. Dan yang paling utama lagi apabila saksi tersebut sudah melakukan ibadah haji.



5. Termasuk rukunya yaitu Aqad Ijab qobul

Aqad ijab qobul merupakan rukun yang paling utama dan yang menentukan. Adapun aqad ijab diucapkan si wali nikah dan qobul di ucapkan calon suami. Adapun syarat-syaratnya:

1) Aqad ijab qobul tersebut harus dengan kalimat Nikah atau tazwij atau terjemahannya yaitu nikah atau kawin saja maka tidak sah dengan memakai kalimat yang lain.

2) Antara ijab dan qobul tidak diselingi oleh kata-kata yang tidak ada hubungannya dengan nikah

3) Antara ijab dan qobul tidak diselingi dengan diam yang sangat lama.

4) Antara ijab dan qobul sesuai dengan arti dan maksudnya

5)Aqad ijab qobul harus dilafadzkan sekiranya terdengar oleh orang-orang yang berada disekitarnya (tidak dengan cara berbisik-bisik).

a. Adapun cara wali menikahkan putrinya dengan lafadz (ucapan) sebagai berikut :
Alhamdulillah wassolatu wassalamu ala rosulillah sayidina muhammad bin abdillah wa’ ala alihii wassohbihi ya fulan bin fulan uzawijuka ala ma amaro allah bihi minimsaki bima’ruf autasrihin bi ihsan. ya fulan bin fulan zawajtuka wa ankahtuka binti fulanah bimahril miiah alafin rubiyyah umlah indonesia khalan.

(Kalau pakai bahasa Indonesia)

Alhamdulillah sholat dan salam hanya untuk rosulillah Muhammad bin Abdillah dan untuk para keluarga dan sahabatnya. Wahai fulan bin fulan aku kawinkan kamu atas perintah ALLAH dari pada menahannya dengan baik atau melepasnya dengan baik pula, wahai fulan bin fulan aku kawinkan kamu dengan anakku fulanah dengan mahar 100 rb rupiah uang indonesia dengan kontan.



b. Maka calon suami menjawab.
Qobiltu tazwijaha bilmahrih madzkur.

(Kalau dengan bahasa Indonesia)

Aku terima kawinnya dengan mahar yang telah di tentukan.



c. Apabila wali nikah ingin mewakilkan pernikahan anaknya maka wali nikah harus mewakilkan pernikahan tersebut dengan berlafadz sehingga terdengar oleh 2 orang saksi dan dalam mewakilkan pernikahan, wali nikah harus mengucapkan : contoh : 
Wakaltuka fi tajwijiha ibnati fulanah binti fulan li fulan bin fulan bimahril miiah alafin rubiyah.

(Kalau memakai bahasa Indonesia)

Aku wakilkan kepada kamu pernikahan anakku fulanah binti fulan dengan fulan bin fulan dengan mahar 100 rb rupiah
Kemudian yang mewakili mengucapkan qobiltu wakalah atau aku terima perwakilannya


VII. Bab Kafa’ah


Yang dimaksud dengan kafa’ah adalah : suatu derajat / kemuliaan yang jika tidak ada pada calon pria kemuliaan tersebut, maka akan jatuh derajat si istri, dan setiap pernikahan apabila ingin menimbulkan mawaddah dan rohmah (kasih sayang) tersebut harus sederajat.

Macam-macam kafa’ah:

1. Agama :
Maka orang muslim harus sederajat dengan muslimah atau sebaliknya muslimah dengan muslim tidak yang lain, karena kalau tidak sederajat dengan agama akan menimbulkan permusuhan yang sangat mendalam.

2. Nasab :
Seorang arab, akan sederajat dengan orang arab, seorang keturunan raja akan sederajat dengan keturunan raja yang lain, dan seorang keturunan rasul atau disebut dengan sayyid /syarifah sederajat dengan keturunan rosul yang lain, memang seorang syarifah / perempuan arab/ perempuan keturunan raja boleh menikah dengan yang lain asalkan walinya setuju menurut madzab Imam Syafi’i, akan tetapi kenyataan yang ada yang terjadi di masyarakat apabila itu terjadi akan banyak perselisihan yang terjadi didalam keluarga dan akan menimbulkan ketidakcocokan dan keharmonisan dalam keluarga / rumah tangga, maka sulit untuk menimbulkan mawaddah warohmah (kasih sayang).

3. Iffah :
Artinya, seorang yang menjaga dari perbuatan maksiat.

4. Pekerjaan :
Dalam rumah tangga, pekerjaan dijadikan satu titik keharmonisan, maksudnya : suami harus lebih tinggi derajatnya dalam pekerjaan dibanding istrinya, karena jika sama atau lebih rendah akan timbul perselisihan tentang pekerjaan.

5. Kemerdekaan :
Yaitu budak tidak sederajat dengan orang yang merdeka. Yang dimaksud budak, orang yang menjadi tawanan dalam peperangan.



VIII. BAB WALIMAH

a. Walimah adalah jamuan berupa makan dan minuman yang diadakan untuk syukuran setelah akad nikah, adapun hukumnya sunnah, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, bahwasanya Rasulullah saw. mengadakan walimah untuk sebagian istri-istrinya, yaitu Ummu Salamah dengan mengeluarkan gandum dan untuk istri beliau bernama Sofiah, mengeluarkan kurma dan keju. Rasulullah saw. juga memerintahkan sahabatnya yang bernama Abdurrahman bin Auf untuk menyembelih 1 ekor kambing setelah menikah.

b. Menghadiri walimah nikah hukumnya wajib.

c. Disunnahkan ketika mengadakan walimah nikah dengan bacaan-bacaan dzikir atau sholawat atau dengan membaca Maulid Nabi Muhammad saw. dan juga menabuh gendang atau rebana seperti yang dilakukan Rasul saw. ketika menikahkan anaknya Sayyidatina Fatimah Azzahra dengan Imam Ali ra dan juga disunnahkan memanggil orang sholeh yang ahli ibadah dan fakir miskin, dalam mengadakan walimah, agar mendapatkan keberkahan.



IX. BAB THALAK

a. Thalak adalah sesuatu perkara yang bisa terjadi di suatu rumah tangga, dan sesuatu yang paling dibenci oleh ALLAH S.W.T. dan thalak bisa terjadi dalam semua keadaan, ketika bergurau atau marah atau bercerita bahkan ketika memberi arahan kepada seseorang (mengajar) maka kita harus berhati-hati menjaga lisannya dari ucapan thalak.


b. Thalak dibagi menjadi 2 macam.

1. Kinayah : yaitu thalak yang diucapkan dengan kata-kata yang tidak jelas dan membutuhkan niat seperti : Zaid berkata kepada Zainab, pulanglah kamu ke rumah orang tuamu. Kalau Zaid dalam mengucapkannya tidak ada niat untuk bercerai maka tidak apa-apa, tapi kalau Zaid dalam mengucapkan ada niat cerai, maka akan menjadi thalak satu.

2. Sorikh : yaitu thalak yang diucapkan dengan jelas dengan memakai kata thalak atau cerai dalam semua keadaan.


c. Thalak dalam keseluruhan dibagi menjadi 3 hal :

1. Thalak satu : yaitu thalak yang diucapkan dengan jelas atau tidak jelas dengan satu kali ucapan dan dalam satu majlis.

2. Thalak dua : yaitu thalak yang diucapkan dengan jelas atau tidak jelas dengan dua kali ucapan dan dalam satu majlis contohnya : Zaid mengucapkan kepada istrinya Zainab : aku thalak (cerai) kamu 1 dan 1 atau aku thalak (cerai) kamu 2 kali, maka terjadi thalak 2.

3. Thalak bain atau 3 : yaitu thalak yang dicapkan 3 kali berturut-turut dan dengan jelas didalam satu majlis. Seperti : Zaid mengucapkan kepada istrinya Zainab : aku thalak (cerai) kamu tiga kali atau aku thalak (cerai) kamu 1 + 1 + 1 . Maka akan terjadi thalak 3.


d. Thalak 1 dan 2 maka bagi suami bisa kembali ke istrinya dengan menyebutkan : aku kembali kepada kamu atau aku ruju’ kepada kamu. Tapi dengan syarat tidak melebihi massa iddah, yaitu; kalau dalam posisi hamil maka iddahnya sampai ia melahirkan bayi tersebut, kalau tidak hamil maka iddahnya 3 bulan, kalau melebihi iddahnya, maka bagi yang thalak ruji’i (1 + 2) harus memperbarui akad nikahnya.


e. Thalak bain / 3 : Bagi yang melakukannya maka tidak boleh menyetubuhi istrinya karena dia bukan istrinya lagi, kalau dia (suami) ingin kembali kepada istrinya lagi maka harus melakukan syarat-syarat tertentu, yaitu:

1. Selesainya massa iddah yaitu selama 3 bulan 

2. Harus menikah dengan orang lain (bagi istrinya)

3. Harus suami yang ke-2 harus menyetubuhi (memasukkan dzakar ke farji)

4. Suami ke-2 menthalak istrinya

5. Selesainya iddah yang ke-2 yaitu 3 bulan. Maka baru boleh menikahi istrinya yang dulu


f. IDDAH bagi perempuan yang ditinggal mati suaminya maka iddahnya : kalau dia hamil sampai lahirnya si bayi, kalau dia tidak hamil, maka iddahnya 3 bulan 10 hari.

**Wassalam**

3 komentar:

  1. APAKAH ADA KETURUNAN AHLUL BAIT?

    Dlm Al Quran yang menyebut 'ahlulbait', rasanya ada 3 (tiga) ayat dan 3 surat.

    1. QS. 11:73: Para Malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah".

    Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna 'ahlulbait' adalah terdiri dari isteri dari Nabi Ibrahim.

    2. QS. 28:12: Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusukan(nya) sebelum itu; maka berkatalah Saudara Musa: 'Maukahkamu aku tunjukkan kepadamu 'ahlulbait' yang akan memeliharanya untukmu, dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?

    Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna 'ahlulbait' adalah meliputi Ibu kandung Nabi Musa As. atau ya Saudara kandung Nabi Musa As.

    3. QS. 33:33: "...Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu 'ahlulbait' dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya".

    Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya QS. 33: 28, 30 dan 32, maka makna para ahlulbait adalah para isteri Nabi Muhammad SAW.

    Sedangkan ditinjau dari sesudah ayat 33 yakni QS. 33:34, 37 dan 40 maka penggambaran ahlulbaitnya mencakup keluarga besar Nabi Muhammad SAW. para isteri dan anak-anak beliau.

    Jika kita kaitkan dengan makna ketiga ayat di atas dan bukan hanya QS. 33:33, maka lingkup ahlul bait tersebut sifatnya menjadi universal terdiri dari:

    1. Kedua orang tua Saidina Muhammad SAW, sayangnya kedua orang tua beliau ini disaat Saidina Muhammad SAW diangkat sbg 'nabi' dan rasul sudah meninggal terlebih dahulu.

    2. Saudara kandung Saidina Muhammad SAW, tapi sayangnya saudara kandung beliau ini, tak ada karena beliau 'anak tunggal' dari Bapak Abdullah dengan Ibu Aminah.

    3. Isteri-isteri beliau.

    4. Anak-anak beliau baik perempuan maupun laki-laki. Khusus anak lelaki beliau yang berhak menurunkan 'nasab'-nya, sayangnya tak ada yang hidup sampai anaknya dewasa, sehingga anak lelakinya tak meninggalkan keturunan.

    Bagaimana tentang pewaris tahta 'ahlul bait' dari Bunda Fatimah?. Ya jika merujuk pada QS. 33:4-5, jelas bahwa Islam tidaklah mengambil garis nasab dari perempuan kecuali bagi Nabi Isa Al Masih yakni bin Maryam.

    Lalu, apakah anak-anak Bunda Fatimah dengan Saidina Ali boleh kita anggap bernasabkan kepada nasabnya Bunda Fatimah?. ya jika merujuk pada Al Quran maka anak Bunda Fatimah dengan Saidina Ali tidaklah bisa mewariskan nasab Saidina Muhammad SAW.

    Kalaupun kita paksakan, bahwa anak Bunda Fatimah juga ahlul bait, karena kita mau mengambil garis dari perempuannya (Bunda Fatimah), maka untuk selanjutnya yang seharusnya pemegang waris tahta ahlul bait diambil dari anak perempuannya seperti Fatimah dan juga Zainab, bukan Hasan dan Husein sbg penerima warisnya.

    Dengan demikian sistim nasab yang diterapkan itu tidan sistim nasab berzigzag, setelah nasab perempuan lalu lari atau kembali lagi ke nasab laki-laki, ya seharusnya diambil dari nasab perempuan seterusnya.

    Bagaimana Saidina Ali bin Abi Thalib, anak paman Saidina Muhammad SAW, ya jika merujuk pada ayat-ayat ahlul bait pastilah beliau bukan termasuk kelompok ahlul bait. Jadi, anak Saidina Ali bin Abi Thalib baik anak lelakinya mapun perempuan, otomatis tidaklah dapat mewarisi tahta 'ahlul bait'.

    Kesimpulan dari tulisan di atas, maka pewaris tahta 'ahlul bait' yang terakhir hanya tinggal bunda Fatimah. Berarti anaknya Saidina Hasan dan Husein bukanlah pewaris tahta AHLUL BAIT.

    BalasHapus
    Balasan
    1. tambah lagi bacaan hadisnya bang biar gk gegabah

      Hapus
  2. Assalaamu'alaikum wr. wb

    Mhn izin utk mengambil ilmu dari blog ini.

    BalasHapus

Bagi Anda yang ingin bertanya tentang berbagai hal, silahkan mengisi di shout-box yang ada di bawah artikel ini. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut akan diposting berupa artikel. Bagi Anda yang menginginkan jawaban secara pribadi, silahkan dikirim via email ke shodiq.baharun@gmail.com. Terima kasih. (Tim Madadun Nabawiy)

ShoutMix chat widget